[1] ~Aku bukan manusia suci
Yang mencintai Penciptanya
tanpa berbagi
Aku manusia biasa
Yang nyata perlu cinta dari hati
ke hati~
(Hendra Veejay)
[2] ~Ajarkan aku menjadi naif
Senaif dirimu yang mampu
tersenyum dalam beban
Atau setidaknya ajarkan aku lagi
Untuk menerima tanpa harus
hanyut~
(Hendra Veejay)
[3] ~Separuh nafas jiwaku kau minta
Aku coba berkaca pada air mata
Bertanya pada suara yang lelah
Apa aku masih punya yang kau
minta?~
(Hendra Veejay)
[4] ~Mungkin canda akan serba nyata
Atau jelang senja lagi saat kita
bersama
Tertawa, dan bermain mata
Cinta…? Sepertinya kan?~
(Hendra Veejay)
[5]
~Kuhadirkan kau ke dalam mimpi
ini
Untuk setia mendengar cerita
perjalananku
Tapi sampai saat ini kau hanya
tersenyum
Padahal aku ingin kau menjawab
Mengapa aku masih harus
mencintai kebaikan
Yang pada akhirnya juga akan
sirna…~
(Hendra Veejay)
[6]
~Masalah hanyalah sebentuk
bumbu di kehidupan manusia,
tapi seperti juga dalam masakan.
Kalau terlalu banyak bumbu juga
tidak akan terasa enak.
Dan sekarang bumbuku juga
terlalu banyak.~
(Hendra Veejay)
[7]
~Sosok biru menahan jiwa yang
memang sudah ada
Sosok lama yang hadir serupa
kabut senja
Aku tahu kau ada…
Untuk siapa ?~
(Hendra Veejay)
[8] ~Aku kangen…
Bukan padamu. Tapi pada
jiwamu,
Ketegaranmu, Kemisteriusanmu dan
Sosokmu
Tapi kau pilihanku.~
(Hendra Veejay)
[9] ~Tolong ceritakan padaku
Apakah cinta masih punya arti
bagi kita?
Sedang nyata kita sudah terlelap
Dalam remang bilik yang kita
bangun sendiri~
(Hendra Veejay)
[10] ~Izinkan aku kecewa dalam
kepasrahanku ini
Kenapa aku tetap harus
menyerah
Pada barisan teka-teki-Mu
Yang bernama takdir?~
(Hendra Veejay)
[11]
~Kala jejak sahabat menjauh
Tanpa ujung dan rasa yang
tersisa
Kala mimpi ini tinggal separuh
Sebab separuh terjepit di
tapaknya
Separuh lagi? Susah payah
kuangkat di bahu ini~
(Hendra Veejay)
[12] ~Sebab cinta tetap cinta
Sebening telaga atau air mata
surga
Sejalan dengan belati atau duri
Itulah cinta,
masih ada yang bertanya?~
(Hendra Veejay)